BUKU DIGITAL : INTEGRASI STEAM DAN DESIGN THINKING DI PAUD YSKI 2

Saat ini, perkembangan teknologi sangat cepat, membawa banyak tantangan baru, terutama bagi generasi muda, termasuk anak-anak usia dini. Untuk menghadapi tantangan tersebut, anak-anak perlu lebih kreatif, produktif, dan kompetitif. Dalam beberapa tahun terakhir, konsep STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) telah menarik perhatian yang besar dari berbagai kalangan. STEAM sebagai paradigma yang lebih luas, menekankan pada pembelajaran yang kreatif, interdisipliner, serta berbasis masalah dan proyek yang relevan dengan dunia nyata.

Metode STEAM memiliku tujuan mempersiapkan anak-anak menghadapi tantangan di tingkat pendidikan selanjutnya dan keterampilan kerja abad ke-21. Kurikulum STEAM mencakup keterampilan “4C”: kreativitas, berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi, di mana anak-anak bekerja sama untuk menciptakan solusi inovatif dan menyampaikannya kepada orang lain. Proses pembelajaran STEAM dapat dilakukan melalui beberapa langkah, (1) reflection, di mana anak mengasimilasi apa yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki; (2) research, yaitu mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek, di mana pendidik dapat mengajukan permasalahan yang harus dipecahkan; (3) discovery, yaitu merumuskan atau menemukan solusi untuk masalah tersebut; (4) application, yang melibatkan perancangan dan revisi produk sebagai solusi; dan (5) communication, di mana anak mempresentasikan metode atau produk yang telah mereka buat (Cahyorini Wulandani dkk, 2022). Untuk membantu mengembangkan cara mengajar STEAM yang lebih luas, guru mendapatkan panduan untuk menciptakan praktik yang lebih kreatif, dan juga memperkaya pengalaman belajar siswa, alat bantu yang bisa digunakan adalah  Design thinking.

Design Thinking adalah sebuah pola pemikiran dari kaca mata desainer yang dalam memecahkan masalahnya selalu dengan pendekatan student center. Ada lima tahap model design thinking yang diusulkan oleh Institut Desain Hasso-Plattner di Stanford (d.school), yaitu empathize, define, ideate, prototype, dan test (Henriksen, D. (2017). Dalam pendidikan, design thingking menciptakan pengalaman belajar yang kaya dalam lingkungan yang kolaboratif, efektif, dan mudah diakses memberikan dampak positif pada motivasi, keterlibatan, dan kreativitas siswa. Selain itu, design thingking dapat digunakan untuk membantu siswa mengatasi masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Metode pembelajaran STEAM memiliki kesamaan dengan tahapan design thinking, keduanya menekankan proses berpikir kreatif dan kolaboratif untuk menghadapi tantangan kemajuan teknologi di masa depan. Integrasi pendidikan STEAM dengan metode design thinking dibangun melalui kegiatan bermain dan belajar termasuk dalam pembelajaran anak usia dini di Kristen 2 YSKI Preschool. Salah satu contoh penerapan STEAM dengan pendekatan design thinking di Kristen 2 (K2) YSKI Preschool dalam project yang saat ini sedang dilakukan siswa yaitu “My DigiBook Creation”. Metode ini tidak hanya mendukung pengembangan keterampilan abad ke-21, tetapi juga mendorong kreativitas dan inovasi siswa.

Dalam project “My DigiBook Creation”, siswa bersama guru melakukan beberapa tahapan yang menjadi bagian dari integrasi pendekatan STEAM dengan metode design thinking yang dijelaskan sebagai berikut:

1.    Empathize (design thinking), Reflection (STEAM) :

Pada tahap ini, siswa diajak untuk brainstorming seputar buku cerita. Dari siswa digali informasi awal menggunakan teknik 5W1H tentang mengapa ada buku, siapa yang membuat buku, misalnya dimana bisa mendapatkan buku, kapan kita bisa memiliki buku, apa saja jenis buku (cetak maupun digital) sebagai cara membantu siswa memahami proses dan cara atau usaha yang diperlukan untuk membuat sebuah buku cerita. Selain itu, guru juga bisa menggunakan video tentang proses pembuatan buku (https://www.youtube.com/watch?v=6xIKgenEfx8), mengajak siswa berkunjung ke perpustakaan sekolah, menghadirkan narasumber atau dengan melakukan kegiatan outdoor learning ke toko buku atau percetaan buku untuk menguatkan siswa memahami langkah-langkah yang diperlukan dalam menciptakan buku cerita.

 

2. Define (design thniking), Research (STEAM)

Berdasarkan hasil survei, anak-anak merumuskan masalah: “Apa tema yang paling menarik dan informatif untuk buku digital ini?” Mereka juga melakukan riset mengenai konten yang relevan dan sumber-sumber informasi. Anak-anak menentukan tema buku digital, misalnya “Ikan Binatang Laut”, dan mengumpulkan fakta-fakta serta gambar terkait.

3. Ideate (design thinking), Discovery (STEAM)

Dalam tahap ini, siswa, dengan pendampingan guru, merancang inovasi pembuatan buku digital. Siswa mengumpulkan ide tentang tema dan konten buku dengan menggabungkan unsur teknologi dan seni, memperkuat keterampilan berpikir kritis dan kreatif mereka. Ditahap inilah proses implementasi STEAM mulai dilakukan siswa dengan pendampingan guru, yaitu dengan menggambar manual desain buku cerita sesuai topik yang dipilih. Penggunaan teknologi dilihat ketika menggunakan perangkat tablet dan mulai mendownload aplikasi sketchbook untuk membuat buku digital.

4. Prototype (design thinking), Application (STEAM).

Siswa mulai membuat buku digital menggunakan perangkat lunak yang sesuai, mulai mewujudkan ide mereka dalam bentuk model atau prototipe sederhana, seperti paper prototype yang kemudian akan dikembangkan menjadi digital prototype. Ini memberikan pengalaman langsung dalam teknik pembuatan dan teknologi, memperkenalkan mereka pada konsep desain yang berfungsi. Dalam pelaksanaanya siswa tidak hanya menggambar tetapi juga belajar literasi dengan menuliskan isi cerita, numerasi dengan mengatur ukuran gambar, seni dengan komposisi warna dan juga tata letak dari desain gambar yang dibuat. Pada akhirnya, buku digital dalam bentuk presentasi atau PDF yang siap untuk dipresentasikan.

5.  Test/presentation (desain thinking) / Communication (STEAM)

Tahap akhir melibatkan presentasi karya buku digital kepada orang tua dan guru. Siswa berbagi apa yang mereka pelajari dan apa yang ingin mereka sampaikan melalui karya mereka. Presentasi ini tidak hanya mengasah keterampilan komunikasi, tetapi juga mengintegrasikan aspek seni dalam menyampaikan pesan. Anak-anak mempresentasikan buku digital mereka kepada teman sekelas atau orang tua. Sesi presentasi ini memungkinkan siswa mendapatkan saran untuk perbaikan.

Dengan menerapkan metode design thinking dalam pembelajaran STEAM di pendidikan anak usia dini, kita tidak hanya mengembangkan kreativitas dan keterampilan problem-solving siswa, tetapi juga memanfaatkan teknologi untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan relevan. Pendekatan ini mempersiapkan anak-anak untuk menjadi pemikir kritis dan inovator masa depan, sekaligus memberikan mereka dasar yang kuat dalam sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika. Dengan demikian, integrasi STEAM dan design thinking menjadi kunci dalam membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan dunia yang terus berkembang.

Referensi:

Henriksen, D. (2017). Creating STEAM with Design Thinking: Beyond STEM and Arts Integration. STEAM, 3(1), 1–11. https://doi.org/10.5642/steam.20170301.11

Cahyorini Wulandani dkk (2022). “Implementing_Project-Based Steam_Instructional Approach in Early Childhood Education in 50 Industrial Revolution Era”. https://www.researchgate.net/publication/366319997